Diamnya dinding vas batu, bukan diam menyaksikan kesedihan.
Sangat tinggi kesabaran sebuah vas batu tersebut dibalik penantian panjangnya.
Satu per satu saksi akan peristiwa tersebut, dijauhkan oleh alam sendiri,
sebagai penanda bahwa butuh ujung jarum yang teramat runcing untuk membuka tabir dinding vas batu tersebut.
Gemericik air jatuh berliter-liter tiap detiknya,...
membasahi dinding vas batu tersebut di tengah kesendiriannya.
Malam demi malam, siang demi siang, dari masa ke masa, dari zaman baju Majapahit hingga baju modern.
Kulihat dari bawah ke atas, dia menangis sungguh merindu.
Kulihat samar kepakan elang persegi yang bersinar dari dimensi yang terbuka.
Beliau tersenyum....Daun tersenyum...vas batu pun menangis bahagia.
Ada dua amanat alam,
Satu belum terlaksana, yang kedua dalam prosesnya.
Itu suratan alam yang tergenggam beratus tahun lamanya,
dimana sungguh sulit meletakkan dasar amanat-Nya.
Satu per satu telah pergi meninggalkan itu semua,
kini hanya tinggal setitik jiwa yang tersenyum atas Kebenaran yang Terungkap.
(fitrullah)
membasahi dinding vas batu tersebut di tengah kesendiriannya.
Malam demi malam, siang demi siang, dari masa ke masa, dari zaman baju Majapahit hingga baju modern.
Kulihat dari bawah ke atas, dia menangis sungguh merindu.
Kulihat samar kepakan elang persegi yang bersinar dari dimensi yang terbuka.
Beliau tersenyum....Daun tersenyum...vas batu pun menangis bahagia.
Ada dua amanat alam,
Satu belum terlaksana, yang kedua dalam prosesnya.
Itu suratan alam yang tergenggam beratus tahun lamanya,
dimana sungguh sulit meletakkan dasar amanat-Nya.
Satu per satu telah pergi meninggalkan itu semua,
kini hanya tinggal setitik jiwa yang tersenyum atas Kebenaran yang Terungkap.
(fitrullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar